Website ini sudah didukung oleh fitur aksesibilitas. Silahkan aktifkan fitur microsoft narator / android talkback / mac dan ios voiceover di perangkat anda.
Biosimilar Trastuzumab Untuk Pengobatan Kanker Payudara.
“Berbagai terobosan di bidang vaksinologi, telah banyak memberikan kontribusi positif bagi dunia kesehatan di Indonesia. Berawal dari tahun 1997, saat saya pertama kali bergabung di Bio Farma, minat untuk memajukan khasanah ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) semakin tertanam kuat. Selain mengaktualisasikan diri secara keilmuan, dedikasi di dunia vaksin juga bermakna ibadah karena perannya menolong jutaan nyawa manusia”.
Terbaru, saya dan tim di Litbang Bio Farma tengah serius menggarap inovasi biosimilar trastuzumab sebagai salah satu obat penyakit kanker payudara. Bagi saya, pengembangan biosimilar ini menjadi sangat penting, mengingat kanker payudara masih menjadi penyakit paling mematikan nomor 1 pada kaum wanita di Indonesia. Namun saat ini obat tersebut masih belum terjangkau karena harga yang sangat mahal.
Dengan dukungan semua pihak di Bio Farma, saya yakin bahwa di masa depan Bio Farma dapat memproduksi trastuzumab menjadi obat generik kompleks yang sanggup menekan pertumbuhan sel kanker namun harganya bisa lebih terjangkau publik. Inovasi ini juga sejalan dengan visi dan misi Bio Farma yang sejak 2015 bertransformasi ke arah industri life science.
Dalam pengobatan kanker, antibodi monoklonal ini bekerja menekan pertumbuhan sel kanker payudara yang diakibatkan oleh ekspresi berlebihan protein HER2. Pembuatan senyawa kompleks yang diproduksi pada sistem biologi, akan sangat berbeda dengan pembuatan obat kimia sederhana seperti aspirin.
Jika dianalogikan, pembuatan aspirin seperti pembuatan sepeda yang terdiri dari 15 bagian, namun trastuzumab terdiri dari 13.000 bagian seperti halnya pembuatan pesawat Boeing, dengan kemampuannya yang lebih kompleks, diharapkan produk ini dapat memiliki khasiat optimal dalam upaya pengobatan kanker payudara. Saya dan tim juga sepakat inovasi trastuzumab menjadi produk biosimilar yang berkualitas sebagaimana produk dari originator yang saat ini sudah ada di pasaran.
Sebagai Project Integration Manager Research and Development Division Bio Farma, saya juga memiliki tekad kuat untuk mempersembahkan obat kanker ini menjadi biosimilar Anti Kanker yang pertama di Indonesia. Selain trastuzumab, kini kami di Divisi Riset masih mengembangkan 4 projek vaksin dan biosimilar, diantaranya vaksin terapetik hepatitis B, dengue, erythropoetin generasi ke dua dan new tuberculosis vaccine.
Sebagai peneliti saya juga sempat meraih kesempatan baik, saat mendapatkan beasiswa untuk menimba ilmu di Department of Medicine and Department of Immunology The University of Melbourne pada tahun 2009 melalui program Endevour Award Post Doctoral Research Fellow. Hal itu pula yang menghantarkan sebuah kerja sama strategis antara Bio Farma dengan sebuah lembaga penelitian di Australia untuk riset vaksin TB dan terapetik Hepatitis B.
Di tengah kesibukan aktivitas penelitian, banyak suka duka yang telah dilalui. Sukacita paling besar adalah saat penelitian saya dan tim melewati beberapa fase pengembangan dan dinyatakan berhasil. Namun di sisi lain menjadi peneliti juga dituntut untuk sabar, ikhsan dan istiqomah karena semua hasil tak bisa diselesaikan secara instan.
Namun kembali pada prinsip ibadah untuk kemaslahatan dunia kesehatan di Indonesia, saya tetap bersyukur menjadi peneliti yang didaulat mengemban banyak peran di bidang vaksinologi. Di sela sela mengerjakan projek penelitian vaksin TB, Hepatitis B therapeutic, Dengue, Protein therapeutic, dam Monoclonal Antibody, saya juga mengikuti setiap perkembangan ranah riset di bidang life science di tanah air lewat Forum Riset Life Science (FRLN) yang setiap tahun diselenggarakan. Pada forum inilah saya sebagai peneliti yang mewakili sektor industri vaksin memberikan pengawalan dari sisi regulasi dan industri untuk beberapa konsorsium yang ada di dalamnya.
Menjadi peneliti tak hanya dituntut visioner dalam mempersiapkan produk life science masa depan. Sebagai BUMN yang bergelut di bidang life science, saya juga harus cakap mempertimbangkan aspek komersialitas dari produk yang dihasilkan karena Bio Farma bagian dari entitas bisnis di tanah air.
Namun demikian, penguasaan riset harus tetap menjadi cita-cita seluruh anak bangsa. Harapan itu harus dilandasi dengan visi pengembangan iptek yang lompatan berpikirnya maju ke tahun 2045. Indonesia memang belum sanggup menyamai kemajuan Iptek beberapa negara maju. Namun setidaknya bisa menciptakan sejumlah temuan dan peluang baru dan tidak lagi menjadi pengikut atau follower.